infogeh.net, Opini – Mewujudkan cita-cita besar membutuhkan support dari banyak SDM yang memiliki kemampuan mendesain dan menggerakan masyarakat secara mandiri.
Visi menjadikan Indonesia menjadi kekuatan ke 5 dunia pun memerlukan langkah-langkah konkrit dan tahapan yang terstruktur serta berkesinambungan.
Dalam satu sesi Akademi Pemimpin Indonesia yang diselenggarakan secara online, sempat terjadi diskusi hangat tentang tema, seperti apa sebenarnya model atau profil manusia Indonesia yang ingin dibentuk, agar mampu menjadi penggerak di masyarakat.
Dari diskusi tersebut, paling tidak muncul empat karakter yang harus ada dan melekat dalam diri masyarakat Indonesia.
Religus, Nasionalis, Berpengetahuan dan Sejahtera
Religius adalah karakter dari masyarakat yang agamis, memiliki integritas dan tentunya menghargai kebhinekaan
Nasionalis, merupakan sikap dari masyarakat yang pancasilais, patriot, cinta tanah air dan membela kepentingan bangsa dan negara
Masyarakat yang berpengetahuan adalah masyarakat yang kreatif, inovatif, berpendidikan serta tentunya memiliki spesialisasi di bidang tertentu
Terakhir, masyarakat yang Sejahtera. Ini adalah profil dari masyarakat yang mandiri, produktif, berpenghasilan dan berjiwa wirausaha
Pertanyaannya, bagaimana cara kita membentuk model manusia dan masyarakat Indonesia yang memiliki empat karakter tersebut
Pelan – pelan ya ????????????
Kita mulai dari kata “Pembinaan” ????
Pertama sekali jangan artikan sempit makna pembinaan hanya sebatas pertemuan rutin berjenjang yang terdiri dari beberapa orang, kemudian difasilitasi oleh beberapa mentor atau pemandu.
Pembinaan yang kita maksud disini adalah sebuah proses yang berkesinambungan dan komprehensif. Objeknya orang dan lembaga itu sendiri. Panduan yang digunakan mengedepankan prinsip-prinsip keterbukaan, aplikatif, relevan, dinamis serta partisipan.
Dalam hal tertentu ia tidak boleh baku, dan tentunya harus mengakomodir semua kearifan lokal yang ada di setiap wilayah. Karena kita sadar panduan A mungkin cocok untuk wilayah A dan B, tapi belum tentu pas untuk wilayah C dan D.
Kenapa dibuat terbuka dan aplikatif.
Tentu karena kita menyakini bahwa sesuatu yang baik pada dasarnya akan diterima banyak kalangan. Apalagi bila hal yang baik tersebut sifatnya aplikatif, dapat langsung diterapkan dan amat relevan dengan kebutuhan zaman. Tentu akan semakin membuatnya mudah mendapat dukungan dari banyak pihak.
Pola-pola partisipatif atau bahasa kerennya “creatif collaboration” pun menjadi ruh penguat dalam proses pembinaan dan pengembangan yang kedepan akan kita lakukan.
Karena kita sadar, bahwa permasalahan yang kita hadapi sangat kompleks. Sehingga membutuhkan banyak pihak yang ikut terlibat.
Bisa jadi kita ahli dalam bidang A, tapi kita lemah di bidang B dan C. Disinilah kolaborasi memainkan perannya.
O ya, takut lupa ????, proses pembinaan yang akan kita terapkan tentu saja akan mengedepankan konsep pembelajaran dan pendidikan yang lebih modern, efektif, terstruktur, terukur dan berkelanjutan.
Itu karena profil masyarakat maupun lembaga yang ingin kita bentuk kedepan adalah yang mampu beradaptasi dengan segala tantangan zaman.
Tantangannya adalah, apakah kita semua bisa mewujudkannya ?
” Mari kita mulai melakukannya ” ????
MERDEKAA.. !!!
????????????????????????????????????????????????????????
Imron Rosadi