infogeh.co, Jakarta – Pemerintah mengalokasikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) minyak goreng Rp300 ribu untuk 20,5 juta keluarga miskin dan 2,5 juta pedagang kaki lima (PKL) pedagang gorengan. Alih-alih senang mendengar bansos cair lagi, pedagang gorengan malah meminta BLT minyak goreng seharusnya Rp500 ribu.
Pasalnya, Fatima, seorang pedagang gorengan, mengaku BLT senilai Rp300 ribu tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya membeli minyak goreng selama tiga bulan, mengingat harga saat ini telah menembus Rp50 ribu per dua liter.
“Karena harga minyak goreng yang 2 liter saja sudah Rp50 ribu. kalau Rp300 ribu cuma cukup beli 6 kemasan. Paling cuma bisa buat seminggu,” ungkapnya, ditemui CNNIndonesia.com di lapaknya di depan gang Masjid Nurul Fazri, Bintaro Jaya, Tangerang Selatan, Selasa (5/4).
Fatima yang juga berjualan teh manis, selain gorengan, mengatakan dalam satu bulan kira-kira menghabiskan Rp1 juta untuk membeli minyak goreng. Dia pun memilih minyak goreng kemasan ketimbang curah demi menjaga kualitas gorengannya.
Selain itu, ia menyebut harga minyak goreng di agen saat ini sama selangitnya antara minyak goreng kemasan dan curah. Belum lagi, minyak goreng curah memang langka di pasaran.
“Itu paling saya pakai Rp50 ribu (dua liter) nggak sampai dua hari. Saya biasanya butuh 20-30 kemasan minyak goreng dua liter setiap bulan,” katanya.
Menurut Fatima, BLT yang dianggarkan pemerintah untuk pedagang seharusnya dinaikkan menjadi Rp1,5 juta hingga Rp2 juta kalau benar-benar ingin membantu rakyat yang kesulitan mendapatkan minyak goreng demi keperluan mencari nafkah.
“Ya kalau yang cukup sih Rp1,5-Rp2 juta per orang, kayaknya kalau cuma Rp300 ribu terus harga minyak (goreng) kita dinaikkin dengan begitu mahalnya, jauh sekali itu. Sangat membebani kalau kayak gitu,” imbuhnya.
Sejak harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng kemasan dikembalikan ke mekanisme pasar, Fatima terpaksa menaikkan harga gorengannya dari Rp1.000 menjadi Rp1.500untuk setiap satu gorengan. Alasannya sederhana, agar menutupi biaya produksi demi menghindari kerugian.
“Mau enggak mau kita naikin harga, kalau enggak naikin harga kita enggak dapat apa-apa,” katanya.
Heni, pemilik warung yang menjual nasi uduk dan gorengan, juga mengeluhkan kenaikan harga minyak goreng kemasan. Di sisi lain, minyak goreng curah semakin langka.
“Curah sekarang juga jarang ada, bahkan sering enggak ada. Kalau gini kan mendingan beli kemasan, meski ya gitu, mahal. Daripada enggak ada,” keluhnya.
Heni biasa menghabiskan Rp500 ribu untuk keperluan menggoreng satu bulan, yang memerlukan sekitar 20 liter minyak goreng. Makanya, hitung-hitungannya BLT minyak goreng seharusnya dinaikkan menjadi Rp500 ribu per orang.
“Harusnya lebih, harusnya Rp500 ribu kali. Karena sekarang seliter saja sudah Rp25 ribu,” terang Heni.
Ia pun terpaksa menaikkan harga gorengan yang ia jual menjadi Rp5 ribu per 4 biji, dimana para pedagang lainnya bisa menaikkan dagangan mereka menjadi Rp2.000 per biji
“Kalau gorengan sekarang biasa jual Rp5.000 dapet 4 biji, dulunya Rp1.000 masih dapat satu. Orang pada jual Rp5.000 dapat 3 atau Rp2.000 dapat 1,” kata Heni.
Sebelumnya, pemerintah mengumumkan rencana untuk menggelontorkan dana dari cadangan Bendahara Umum Negara (BUN) sebesar Rp750 miliar untuk memberikan BLT ke 2,5 juta pedagang kaki lima (PKL) makanan yang menggunakan minyak goreng. Dana diberikan melalui TNI dan Polri.
Pemerintah akan menyalurkan BLT minyak goreng sebesar Rp100 ribu untuk masing-masing penerima selama April-Juni 2022. Namun, pembayaran akan dilakukan sekaligus sebesar Rp300 ribu per penerima mulai bulan ini.
“Pemerintah akan kerja cepat agar segera dicairkan pada April khususnya terkait Ramadan juga, supaya rumah tangga bisa cukup tertopang juga,” ujar Febrio di acara Indonesia Macroeconomic Update 2022.
Berita ini telah lebih dulu diterbitkan di halaman resmi Cnnindonesia.com