infogeh.co, Lampung – Senator asal Lampung Bustami Zainudin menyampaikan bahwa agar penerapan Undang Undang 41/2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) dapat berjalan efektif maka diperlukan adanya insentif yang jelas dan berpihak pada nasib petani pemilik lahan.
Demikian disampaikan Bustami pada Kunjungan Kerja di Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan dan Holtikultura Provinsi Lampung, di Rajabasa, Bandar Lampung, Senin (8/1/2024).
Insentif yang dimaksudkan Bustami bisa diberikan dalam bentuk pembebasan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), pemberian pupuk subsidi secara cukup, tepat waktu dan tepat sasaran, beasiswa sekolah/kuliah bagi para anak petani pemilik lahan, maupun adanya jaminan harga yang menguntungkan terhadap hasil panen para petani.
“Insentif ini penting diberikan sebagai apresiasi atas komitmen para petani pemilik lahan untuk tidak alih fungsi lahan maupun alih komoditi tanaman sebagaimana yang sudah ditetapkan Undang-Undang,” ujar Bustami.
Menurutnya, tanpa insentif yang jelas dan menguntungkan bagi para petani pemilik lahan, maka ancaman alih fungsi lahan tak bisa dihindarkan. Para petani pemilik lahan akan berusaha menanam komoditi yang dianggap bisa memberikan keuntungan, dan pemerintah tidak bisa melarangnya.
Kunjungan kerja anggota DPD RI ini berlangsung secara menyeluruh di seluruh Indonesia sesuai dengan tugas, fungsi dan wewenang masing masing komite.
Dalam kaitan ini, DPD RI secara kelembagaan sedang mengambil inisiasi untuk melakukan revisi terhadap UU 41/2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) dikarenakan sudah banyak “keterlanjuran” yang bertentangan dengan Undang Undang.
“Banyak ditemukan lahan pertanian produktif yang sudah beralih fungsi menjadi kawasan permukiman, perkantoran dan kegiatan perekonomian lainnya. Kalau hal ini tidak segera dilakukan revisi, maka sama artinya kita melanjutkan keterlanjuran yang ada dan berpotensi melakukan pembiaran terhadap pelanggaran undang undang yang ada,” ujarnya.
Selanjutnya, Bustami juga menekankan hendaknya Pemerintah Provinsi Lampung maupun kabupaten/kota segera melakukan penyesuaian dalam penyusunan/revisi Perda terkait, agar selaras dan sinkron.
“Revisi terhadap UU 41/2009 diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dan menjadi pegangan yang holistik dan efektif bagi perlindungan lahan pertanian tanaman pangan. Begitu undang-undang yang baru hasil revisi ini nanti di undangkan, semestinya tidak lagi memberikan toleransi atas penyalahgunaan dan alih fungsi lahan sebagaimana peruntukannya,” ucap Bustami.
“Hal ini penting dan strategis dikarenakan ketahanan pangan kita harus terjaga dan kuat. Ancaman terhadap alih fungsi lahan begitu nyata harus segera diakhiri. Kita juga menghadapi adanya perubahan iklim dan cuaca yang makin tidak menentu, yang secara nyata mengancam produksi pangan kita,” imbuhnya.
Pertemuan yang dihadiri Sekretaris Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan dan Holtikultura Purwaningsi E. Diah dan jajaran, koordinator penyuluh, Perwakilan Kanwil ATR/BPN Provinsi Lampung, Perwakilan dari Dinas Pertanian Lampung Selatan ini mendapat banyak tanggapan dan harapan positif.
Begitu banyak persoalan yang muncul dilapangan, yang semuanya membutuhkan penanganan dan solusi cepat karena sangat berdampak pada tingkat produktivitas hasil pertanian kita, di antaranya terbatasnya petugas Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT) dimana hanya ada 90-an orang dari 220 kecamatan, padahal peran petugas POPT ini sama pentingnya dengan keberadaan penyuluh.
Pertemuan ini juga menyinggung jumlah penyuluh yang sangat kurang, dimana hanya ada 1411 penyuluh, sementara jumlah desa yang ada di provinsi Lampung tidak kurang dari 2.632 desa, artinya satu penyuluh menangani 2 desa. Harga komoditi hasil pertanian tanaman pangan yang tidak menentu, dan tidak menguntungkan bagi petani. Persoalan pupuk yang selalu langka saat petani membutuhkan, dan persoalan persoalan mendasar lainnya.
Peserta pertemuan juga berharap lembaga DPD RI, DPR RI dan Pemerintah dalam melakukan revisi terhadap undang undang yang ada, benar benar melihat persoalan yang ada di lapangan, mendengarkan betul suara hati petani.
“Sinergitas, kolaborasi dan pelibatan stakeholder terkait secara holistik dan komprehensif harus benar benar optimal, sehingga undang-undang yang akan lahir sebagai hasil revisi bisa efektif dan produktif bagi upaya perlindungan lahan pertanian tanaman pangan, mampu menjamin ketersediaan pangan bagi seluruh warga secara berkelanjutan, alih fungsi lahan bisa dikendalikan, dan tumpang tindih penggunaan lahan juga bisa dihentikan,” katanya. (*/red).